Kamis, 02 Oktober 2014

Keunggulan dan Perkembangan Agribisnis



KEUNGGULAN AGRIBISNIS

Terlepas dari keadaan krisis atau tidak agribisnis memang memiliki banyak keunggulan. Setidaknya ada 9 (sembilan) alasan mengapa agribisnis memiliki arti penting. Pertama, aktivitas agribisnis untuk menghasilkan pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makan untuk hidup.Kedua, agribisnis merupakan usaha ekonomi yang hemat devisa karena berbasis pada sumberdaya lokal (resource base) sehingga memiliki daya saing kuat.
Ketiga, agribisnis memiliki kaitan usaha kedepan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) yang kuat, sehingga perkembangan budidaya pertanian otomatis akan mendorong industri hulu dan hilir (agroindustri) termasuk sektor jasa. Keempat, pertanian merupakan sumber pencaharian utama masyarakat dan masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang besar. Kelima, kultur masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kultur dan tradisi agraris yang kuat, sehingga way of life seperti ini sangat menunjang pengembangan agribisnis.
Keenam, ketersediaan lahan dan sumberdaya alam Indonesia yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, menjadi prasyarat dasar yang dimiliki bangsa ini untuk mengembangkan agribisnis. Ketujuh, dalam era globalisasi sekarang yang mampu bersaing dipasaran dunia adalah barang sekunder (agroindustri olahan), maka agroindustri berpeluang besar untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku cukup besar.
Kedelapan, kontribusi agribisnis/agroindustri dalam perekonomian nasional (PDB) sendiri cukup besar,khususnya dalam industri non migas.Kesembilan, pada akhirnya mengembangkan agribisnis identik dengan pemberdayaan perekonomian rakyat, karena secara obyektif sebagian besar masyarakat yang bergerak di sektor ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah jutaan.
PERKEMBANGAN AGRIBISNIS
Fase perkembangan Agribisnis
  • Faze Konsolidasi (1967-1978) Pada fase ini sektor pertanian tumbuh 3,39%, lebih banyak disebabkan kinerja subsektor tanaman pangan dan perkebunan yg tumbuh 3,58% dan 4,53%. Tiga kebijakan yg penting pada fase ini adalah (Intensifikasi) ialah penggunaan teknologi, (Ekstensifikasi) atau perluasan area yg mengkoversi hutan tdk produktif, (Diversifikasi) adalah penganekaragaman usaha agribisnis untuk menambah pendapatan rumah tangga petani.
  • Fase Tumbuh Tinggi (1978-1986) Pada periode ini perkembangan agribisnis sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7 %. Peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan hampir mencapai angka produksi 6,8 % dan puncaknya mencapai swasembada pangan.
  • Fase Tumbuh Tinggi (1978-1986) Pada periode ini perkembangan agribisnis sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7 %. Peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan hampir mencapai angka produksi 6,8 % dan puncaknya mencapai swasembada pangan.
  • Fase Dekonstruksi (1986-1997) Pada fase ini sektor pertanian mengalami kontraksi pertumbuhan di bawah 3,4 % pertahun, berbeda dgn tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena mengalami pengacuhan oleh perumusan kebijakan akibat anggapan keberhasilan swasembada pangan telah menimbulkan persepsi pengembangan agribisnis akan bergulir dengan sendirinya.
  • Fase Krisis (1997-2001) Meskipun sektor pertanian menjadi penyelamat ekonomi indonesia karena limpahan lonjakan nilai tukar dollar yg dinikmati komoditas ekspor sektor pertanian terutaman perkebunan & perikanan. Daya tahan sektor pertanian tdk cukup kuat karena harus menanggung dampak krisis untuk menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan.
  • Fase Desentralisasi (2001-sekarang) Transisi politik dan periode Desentralisasi ekonomi menimbulkan banyaknya perda dan terlalu banyaknya penyimpangan administratif/korupsi yang terjadi di daerah dan banyaknya biaya tambahan dalam berhubungan dgn birokrasi pemerintahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar