Terlepas
dari keadaan krisis atau tidak agribisnis memang memiliki banyak
keunggulan. Setidaknya ada 9 (sembilan) alasan mengapa agribisnis
memiliki arti penting. Pertama, aktivitas agribisnis untuk menghasilkan
pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makan untuk
hidup.Kedua, agribisnis merupakan usaha ekonomi yang hemat devisa karena
berbasis pada sumberdaya lokal (resource base) sehingga memiliki daya
saing kuat.
Ketiga,
agribisnis memiliki kaitan usaha kedepan (forward linkage) dan ke
belakang (backward linkage) yang kuat, sehingga perkembangan budidaya
pertanian otomatis akan mendorong industri hulu dan hilir (agroindustri)
termasuk sektor jasa. Keempat, pertanian merupakan sumber pencaharian
utama masyarakat dan masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang
besar. Kelima, kultur masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kultur
dan tradisi agraris yang kuat, sehingga way of life seperti ini sangat
menunjang pengembangan agribisnis.
Keenam,
ketersediaan lahan dan sumberdaya alam Indonesia yang besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal, menjadi prasyarat dasar yang dimiliki
bangsa ini untuk mengembangkan agribisnis. Ketujuh, dalam era
globalisasi sekarang yang mampu bersaing dipasaran dunia adalah barang
sekunder (agroindustri olahan), maka agroindustri berpeluang besar untuk
dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku cukup besar.
Kedelapan,
kontribusi agribisnis/agroindustri dalam perekonomian nasional (PDB)
sendiri cukup besar,khususnya dalam industri non migas.Kesembilan, pada
akhirnya mengembangkan agribisnis identik dengan pemberdayaan
perekonomian rakyat, karena secara obyektif sebagian besar masyarakat
yang bergerak di sektor ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah
jutaan.
PERKEMBANGAN AGRIBISNIS
Fase perkembangan Agribisnis
- Faze Konsolidasi (1967-1978) Pada fase ini sektor pertanian tumbuh 3,39%, lebih banyak disebabkan kinerja subsektor tanaman pangan dan perkebunan yg tumbuh 3,58% dan 4,53%. Tiga kebijakan yg penting pada fase ini adalah (Intensifikasi) ialah penggunaan teknologi, (Ekstensifikasi) atau perluasan area yg mengkoversi hutan tdk produktif, (Diversifikasi) adalah penganekaragaman usaha agribisnis untuk menambah pendapatan rumah tangga petani.
- Fase Tumbuh Tinggi (1978-1986) Pada periode ini perkembangan agribisnis sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7 %. Peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan hampir mencapai angka produksi 6,8 % dan puncaknya mencapai swasembada pangan.
- Fase Tumbuh Tinggi (1978-1986) Pada periode ini perkembangan agribisnis sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7 %. Peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan hampir mencapai angka produksi 6,8 % dan puncaknya mencapai swasembada pangan.
- Fase Dekonstruksi (1986-1997) Pada fase ini sektor pertanian mengalami kontraksi pertumbuhan di bawah 3,4 % pertahun, berbeda dgn tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena mengalami pengacuhan oleh perumusan kebijakan akibat anggapan keberhasilan swasembada pangan telah menimbulkan persepsi pengembangan agribisnis akan bergulir dengan sendirinya.
- Fase Krisis (1997-2001) Meskipun sektor pertanian menjadi penyelamat ekonomi indonesia karena limpahan lonjakan nilai tukar dollar yg dinikmati komoditas ekspor sektor pertanian terutaman perkebunan & perikanan. Daya tahan sektor pertanian tdk cukup kuat karena harus menanggung dampak krisis untuk menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan.
- Fase Desentralisasi (2001-sekarang) Transisi politik dan periode Desentralisasi ekonomi menimbulkan banyaknya perda dan terlalu banyaknya penyimpangan administratif/korupsi yang terjadi di daerah dan banyaknya biaya tambahan dalam berhubungan dgn birokrasi pemerintahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar